Dunia semakin miris ketika segala sesuatu dijadikan komoditas oleh manusia. Tentu sudah menjadi satu kepastian hal ini berkiblat pada sistem kapitalisme (mencari keuntungan yang sebesar-besarnya). Ketika dahulu perkembangan teknologi sebagai upaya memudahkan aktivitas dalam pekerjaan (berorientasi pada kebutuhan), tapi kini telah mengarah pada pemenuhan keinginan manusia. Inilah dampaknya ketika iptek juga menjadi komoditas. Sekilas kebutuhan dan keinginan adalah dua hal yang sama, namun sebenarnya keduanya sangatlah jauh berbeda. Kalau kebutuhan merupakan sesuatu yang mengikat atau bersifat harus, sebaliknya keinginan tidaklah sesuatu yang mengikat atau bisa dikatakan kehadiran suatu keinginan didasari hawa nafsu yang sifatnya berlebih. Dan saat ini, perkembangan teknologi telah menciptakan kebutuhan berdasarkan keinginan konsumen dengan tujuan materi. Refleksi Sebelumnya perlu untuk kita belajar dari sejarah perihal dampak dari perkembangan teknologi. Misalnya penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1450 yang secara tidak langsung merupakan awal dari lahirnya agama Kristen Protestan. Dalam artikelnya yang berjudul Konsekuensi Perkembangan Teknologi Terhadap Komunikasi dan Sejarah Manusia pada 2020, Prof Henri Subiakto mengatakan bahwa penemuan mesin cetak telah berpengaruh terhadap Agama pada masa itu. Lalu apa hubungannya mesin cetak dengan agama? Tentu pertanyaan ini langsung muncul di benak kita. Tanpa disadari, kita hari ini adalah bentukan dari perkembangan teknologi. Jauh sebelum mesin cetak ditemukan Gutenberg, buku dan alat tulis begitu sulit untuk didapat. Akibatnya apa? Bisa dibayangkan jika kita menulis sebuah buku, lalu mesin cetak tidak ada, maka hanya orang-orang tertentu sajalah yang dapat membaca buku tersebut. Hal ini terjadi pada Alkitab atau kitab suci agama Kristen yang dahulunya cuma bisa dibaca oleh para pemuka agama. Ketika mesin cetak ditemukan, kitab Injil dicetak dalam jumlah banyak (disebarluaskan) sehingga masyarakat tanpa terkecuali dapat membacanya. Otomatis hal ini akan berpengaruh kepada persepsi masyarakat, sebagaimana Martin Luther yang merasa resah melihat praktik pengampunan dosa melalui perantara para pendeta. Fenomena tadi terjadi karena setiap orang pasti memiliki interpretasi yang berbeda-beda terhadap suatu bacaan yang sama. Dan penemuan mesin cetak telah memfasilitasi setiap masyarakat untuk bisa membaca dan menginterpretasikan sendiri kitab Injil tersebut. Sama halnya dengan Islam yang memiliki banyak golongan, padahal sumber ajaran dari seluruh golongan tersebut sama yakni Al-Qur'an dan hadis. Maka jelaslah disini letak keterkaitan antara penemuan mesin cetak dan munculnya agama Kristen Protestan sebagai sebuah akibat. Cerita sejarah tadi menjadi pengantar untuk memberi gambaran bagi kita betapa besarnya dampak yang dapat dimunculkan oleh perkembangan teknologi. Bahkan perkembangan teknologi juga akan berdampak pada aspek biologis manusia. Sebagaimana di awal tadi telah disinggung bahwa perkembangan teknologi memiliki dampak yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Ada tiga aspek nyata yang akan mengalami perkembangan secara beriringan yang dikenal dengan rekayasa atomik, rekayasa persepsi, dan rekayasa biologis. Pertama rekayasa atomik (fisik); perkembangan teknologi dalam fase rekayasa atomik merupakan dalam bentuk alat sebagaimana mesin cetak yang dijelaskan tadi. Rekayasa atomik sendiri merupakan hakikat dari perkembangan teknologi yang kemudian mempengaruhi persepsi dan biologis manusia. Kemudian rekayasa persepsi; ini bisa dikatakan sebagai konsekuensi dari munculnya sebuah alat baru. Hal ini sudah dijelaskan secara gamblang dalam cerita singkat sejarah mesin cetak yang mempelopori munculnya agama Kristen Protestan. Terakhir rekayasa biologis; pada aspek ini dampak perkembangan teknologi umumnya berada dalam sektor pangan. Misalnya kehadiran lab-grown food technology atau teknologi pangan yang dikembangkan di laboratorium. Contoh produk dari teknologi pangan ini cukup banyak kita temui di pasaran seperti yoghurt, keju, roti, dan lain sebagainya. Namun ada juga beberapa dampak lain seperti bayi tabung yang merupakan bioteknologi modern. Dikendalikan Kembali pada pembahasan awal bahwa teknologi telah menciptakan kebutuhan manusia. Sebelumnya perlu juga dipahami bahwa pada dasarnya kebutuhan adalah sesuatu yang ada dengan sendirinya. Dan perkembangan teknologi semestinya menjawab atau memenuhi kebutuhan tersebut. Telah jelaslah di mana letak disorientasi perkembangan teknologi hari ini. Sebagai contoh kebutuhan manusia yang diciptakan teknologi ialah perkembangan media sosial, misalnya aplikasi Tiktok ataupun aplikasi media sosial lainnya. Sebelum aplikasi tersebut ada apakah kita pernah merasa kekurangan terhadap hal tadi? Tentunya kita tidak merasa ada yang kurang, namun apabila saat ini media sosial musnah secara tiba-tiba sudah tentu kita akan mengalami kekacauan. Secara sederhana media sosial telah menjadi suatu kebutuhan, padahal pada awalnya media sosial hadir sebagai "orang asing" (keinginan). Perkembangan media sosial tadi bukan pula sebuah kesalahan, karena konsep dasarnya juga merupakan kebutuhan, yakni sebagai sarana mempermudah komunikasi manusia. Lalu di mana letak kesalahannya? Letak kesalahannya berada pada kaca mata yang memandang dominan teknologi sebagai komoditas. Alhasil ketika orientasinya materi, platform media sosial tadi akan diisi berbagai konten yang memiliki peminat tinggi. Maka masalah kualitas ataupun nilai edukasi akan dinomorduakan; atau mungkin diabaikan demi uang? Pertanyaan tadi tidak akan saya jawab secara eksplisit, biarlah pembaca yang menilai sendiri. Yang jelas, fenomena ini tidak lain merupakan hasil rekayasa persepsi para penggunaan media sosial. Persepsi pengguna media sosial akan memperlihatkan kecenderungan keinginannya, yang kemudian berdasarkan keinginan tadilah konten-konten diproduksi. Pertanyaan terakhir apakah kita sadar bahwa kita telah digiring perkembangan teknologi dengan iming-iming kesenangan (keinginan)? Tentu jawabannya tidak bisa digeneralisasi iya atau tidak pada semua orang, maka kita sendirilah yang bisa menilai apakah kita digiring atau tidak. Jika memang kita berada dalam keadaan tidak sadar telah menikmati perkembangan teknologi berdasarkan keinginan, maka saat itu juga kita sudah dikendalikan perkembangan teknologi. Ketika kita pada umumnya menggunakan teknologi dengan meletakkan keinginan sebagai alasan utama, saat itu juga kita akan masuk kembali ke dalam kendali perkembangan teknologi. Karena produk baru dalam perkembangan teknologi yang berorientasi pada kapitalisme tentu disesuaikan dengan kepentingan (keinginan) banyak orang. Jadilah kita konsumen yang kebutuhannya diciptakan bukan lagi dipenuhi sebagaimana mestinya. |