Dalam kehidupan sehari-hari, manusia yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Tidak ada manusia yang selama hidupnya tidak pernah membutuhkan bantuan orang lain. Bahkan ketika sudah meninggalpun, manusia masih dibantu oleh orang lain (yang masih hidup) soal urusan memandikan, mengkafani, hingga mendoakan. Ini menandakan bahwa manusia, sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri. Dalam syariat Islam, hubungan antar manusia dengan manusia disebut dengan muamalah. Hukum dasar muamalah adalah Al-Ibahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya.

 

????? ?? ????????? ???? ????????

 

Artinya: “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

 

Salah satu bentuk muamalah adalah jual beli. Jual beli merupakan salah satu kebiasaan yang telah melekat di kalangan masyarakat sejak dulu. Buktinya, salah satu teori masuknya agama Islam ke nusantara pun karena faktor perdagangan. Hubungan manusia dalam aktivitas jual beli adalah yang satu bertindak sebagai produsen atau penjual, dan satunya lagi bertindak sebagai pembeli atau konsumen.

 

Aktivitas jual beli dalam kurun waktu satu dekade terakhir telah mengalami perubahan yang sangat pesat. Hal ini tak terlepas dari semakin masifnya arus perkembangan teknologi dan informasi. Teknologi yang semakin modern memudahkan manusia dalam kegiatan apapun, termasuk jual beli. Jika dulu, para orang tua kita harus pergi ke pasar untuk membeli sembako, atau guru kita dulu ketika membeli buku harus pergi ke toko buku yang lokasinya jauh, maka di era sekarang ini, orang tak perlu lagi bersusah payah seperti itu. Sebab semua itu, barang yang kita inginkan sudah tersedia di smartphone (telepon pintar) yang kita miliki.

 

Smartphone yang kita miliki mempunyai banyak fungsi, selain sebagai alat komunikasi, smartphone di era kekinian juga bisa dijadikan sarana jual beli. Ya maksudnya jual beli secara online. Jadi orang yang tadinya harus keluar rumah untuk berbelanja, sekarang tinggal pencet-pencet smartphone sambil rebahan di kamar, barang yang kita pesan melalui aplikasi toko online, seperti Shoppe, Lazada,  Tokopedia, dan lain-lain, sudah bisa sampai ke rumah kita tanpa perlu capek-capek keluar rumah.

 

Lantas bagaimana pandangan Islam sendiri terhadap fenomena jual beli online yang sekarang banyak digandrungi oleh anak muda ini?

 

Sebelumnya, saya paparkan dulu pengertian jual beli secara umum. Menurut bahasa, jual beli artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut syar’i artinya menukar harta dengan harta menurut tata cara tertentu. Dalam Islam, jual beli disebut dengan al-bai' yang secara bahasa berarti memindahkan kepemilikan sebuah benda dengan akad saling mengganti.
Seperti disinggung sebelumnya, jual beli di era sekarang bisa dilakukan dengan cara online. Nah jual beli secara online ini disebut juga dengan e-commerce atau perdagangan elektronik. E-commerce merupakan salah satu hasil dari penerapan internet (dalam hal ini ekonomi digital) pada bidang ekonomi. 

 

Menurut Laudon, e-commerce merupakan suatu proses transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya secara elektronik dengan menggunakan bantuan komputer sebagai perantara transaksi bisnis.

 

Ada perbedaan mendasar antara e-commerce dengan perdagangan konvensional (bertemunya penjual dan pembeli). Perbedaannya adalah jika pada transaksi jual beli dilakukan secara langsung dan barang berwujud konkret, hal ini tidak berlaku pada e-commerce. Pada sistem e-commerce para penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung, namun bertemu di dunia maya dengan barang yang akan ditransaksikan biasanya ditampilkan pada katalog. Pada jual beli online, pembeli pada umumnya membayar uangnya via transfer. Namun ada pula yang menerapkan sistem cash on delivery (COD) yakni pembayaran dilakukan pada saat barang diterima, maka ijab kabul jual beli pun terjadi pada saat serah terima barang tersebut.

 

Transaksi secara online sebenarnya cukup menguntungkan bagi kedua pihak, yakni pembeli dan penjual. Bagi pihak pembeli, ia bisa mendapatkan barang impiannya hanya dengan menggunakan smartphone. Caranya, pesan – transaksi – dan barang dikirimkan. Di sisi penjual pun juga menguntungkan. Penjual cukup membuka toko online dan menunggu ada pesanan dari pembeli, memproses barang, dan menerima hasil penjualan barang tersebut.

 

Bagi orang yang gaptek (gagap teknologi) mungkin agak susah untuk menjalankan aktivitas ekonomi ini secara online, bahkan mungkin cenderung dihindari. Namun bagi mereka yang hobi berselancar di dunia maya dan mempunyai bakat dalam berdagang, jual beli online ini menjadi keuntungan tersendiri. Karena selain bisa menjual, mereka juga bisa mempromosikan barang dagangannya secara online melalui media sosial dan website yang mereka miliki.

 

Ketika kita sudah pandai dalam menjalankan aktivitas bisnis secara online, kita sebagai kaum muslim memiliki kewajiban untuk paling tidak mengetahui bagaimana hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik tersebut. Jangan sampai kita sama sekali tidak tahu tentang hal tersebut. 

 

Mengetahui status dari transaksi e-commerce bagi kaum muslim merupakan hal yang penting. Hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hukum akad saat jual beli secara langsung. Perlu dicatat bahwa hukum akad jual beli melalui alat elektronik itu adalah sah. Sah dalam artian, kedua belah pihak (penjual dan pembeli) sebelumnya sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya dengan dasar pengambilan hukum.

 

Dalam Islam, terdapat beberapa kontrak/akad dalam transaksi jual beli, di antaranya adalah bai’ as-salam, bai’ al-istisna, dan bai’ muajjal. Ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda. Bai’ as-salam merupakan suatu perjanjian jual beli dengan pembayaran lunas di muka dan barang dikirimkan kemudian. Bai’ al-istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. Pembayaran tidak wajib disegerakan namun dilakukan ketika pesanan telah dibuat, tergantung kesepakatan antara pemesan/pembeli dengan penjual. Yang ketiga adalah bai’ muajjal, merupakan suatu perjanjian di mana pembeli dan penjual keduanya telah sepakat untuk penangguhan pembayaran.

 

Jika melihat dari pengertian ketiga akad dalam transaksi jual beli di atas, maka transaksi e-commerce lebih condong kepada akad bai’ as-salam, yang pembayarannya harus disegerakan dan barangnya dikirim kemudian. Nah sama seperti jual beli secara langsung, transaksi e-commerce juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan aturan Islam tentang jual beli. Maksudnya begini, transaksi e-commerce itu diperbolehkan asalkan memenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli. Rukun jual beli meliputi ada barang atau jasa yang akan diperjualbelikan, ada pihak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi, harga dapat diukur dengan nilai uang atau alat pembayaran lain yang berlaku di suatu daerah dan adanya serah terima atau ijab qabul. 
Sedangkan syarat jual beli meliputi antara pembeli dan penjual harus saling ridha, barang yang diperjualbelikan bukan barang haram, pihak yang bertransaksi harus berakal sehat dan dewasa serta yang paling penting adalah transparansi atau tidak adanya manipulasi harga dari penjual.

 

Apabila rukun dan syarat jual beli sudah benar-benar diterapkan, maka pelaku e-commerce sudah menjalankan nilai-nilai ajaran Islam. Islam memang melarang transaksi jual beli yang mengandung unsur riba (kelebihan/tambahan dalam pembayaran utang piutang/jual beli yang disyaratkan sebelumnya oleh salah satu pihak), gharar (ketidakpastian), penipuan, paksaan, dan maisir (judi), serta haram.

 

Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275 disebutkan,

 

????????? ??????? ????????? ????????? ???????????

 

Artinya: ” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba…(QS Al-Baqarah: 275).

 

Itulah salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menegaskan bahwa Islam sangat melarang aktivitas ekonomi yang terdapat unsur riba di dalamnya. E-commerce ini memang sangat memberikan kenyamanan bagi pelaku ekonomi. Namun terlepas dari itu, dalam aktivitas e-commerce bisa saja terjadi penipuan. Misalnya saja barang yang kita (pembeli) pesan tidak sampai kepada kita, atau barang yang sampai tidak sesuai dengan kesepakatan di awal, atau bahkan mungkin barangnya cacat, dan lain-lain.  

 

Semoga hal itu tidak terjadi pada kita. Karena jika sampai terjadi tentu saja akan sangat merugikan khususnya bagi pihak pembeli. Dan orang yang melakukan kecurangan tersebut tentunya sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.  Dan pelakunya bisa mendapatkan balasan siksa pedih dari Allah SWT di akhirat kelak. Wallahu a'lam Bissawab.

 


Khairul Anwar, Lembaga Pers dan Penerbitan PC IPNU Kabupaten Pekalongan, Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Sosial PR GP Ansor Karangjompo, mahasiswa Magister Ekonomi Syariah Pascasarjana IAIN Pekalongan 

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved