Banyak kesalahpahaman yang tersebar seiring dengan kemajuan teknologi yang pesat, memicu munculnya berbagai mitos tentang orang-orang yang kehilangan pekerjaan dan matinya umat manusia secara keseluruhan. Beredarnya film-film ber-genre science-fiction di saat yang sama, melukiskan masa depan dimana robot telah mengambil alih. Berikut ini adalah daftar beberapa mitos yang beredar:

 

1.        AI Bekerja Seperti Otak Manusia

AI bekerja seperti otak manusia tidak sepenuhnya salah, masih ada area AI yang masih dalam proses pengembangan contohnya adalah bahasa dan relevansi penilaian.

 

Saat ini berkomunikasi manusia langsung dengan program yaitu dapat berbicara dengan program Siri, atau dengan mengetikkan kata-kata bahasa asing ke Google. Google, dan program Natural Language Processing (NLP), pada umumnya dapat menemukan hubungan antara kata atau teks, tetapi kurang dapat memahami secara keseluruhan dan ada banyak kesulitan terkait dengan konten dan tata bahasa, contohnya sering membuat kesalahan tata bahasa atau menggunakan ekspresi canggung sehingga terasa membosankan atau bahkan tidak dapat dipahami.

 

Gaya bahasa yang elegan masih merupakan sesuatu yang hanya bisa dibanggakan oleh manusia. AI telah meberi pelajaran bahwa proses di otak manusia jauh lebih kompleks dan sulit untuk dibuat ulang daripada yang diduga sebelumnya.

 

2.        Mesin Cerdas yang Dapat Belajar Sendiri

Komputer dapat memahami cara melakukan tugas dengan cara yang lebih baik atau membuat prediksi berdasarkan data yang diinputkan oleh manusia. Jadi, manusialah yang berperan sebagai pemrogram, administrator data, dan pengguna yang memberikan masukan yang diperlukan untuk pembelajaran dan peningkatan AI.

 

Mesin belum dapat menerapkan komponen kunci kecerdasan, seperti pemecahan masalah dan perencanaan sendiri. Dengan kata lain, kecuali diberikan data awal, AI tidak dapat menemukan cara untuk mencapai tujuan. Contohnya program catur seperti DeepMind dari AlphaZero untuk mencapai tingkat permainan catur manusia super, masih tidak mungkin tanpa para insinyur data yang memberinya data awal. Bagaimana dengan penalaran? Sekali lagi, ilmuwan komputer memungkinkan teknologi AI untuk menginterpretasikan bahasa manusia. Maka dari itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena teknologi AI tidak dapat melakukannya tanpa manusia (berharap begitu pula di masa mendatang).

 

3.        AI 100% Objektif

 

Anggapan ini tidak terbukti. Keadilan sebuah algoritma bergantung pada orang yang membuatnya. Jadi, prasangka dari seorang ilmuwan data akan membuat algoritma juga berprasangka berdasarkan preferensi yang disengaja atau tidak disengaja. Uniknya, hal ini tidak terekspos hingga algoritma tersebut mulai digunakan secara publik.

 

Contoh yang menarik dari hal tersebut adalah alat rekrutmen Amazon yang menunjukkan bias terhadap wanita. Alat perekrutan eksperimental perusahaan menggunakan AI untuk menilai kandidat pekerjaan dengan memberi nilai satu hingga lima bintang, sama seperti pada penilaian produk di Amazon.

 

Tetapi pada tahun 2015, terlihat dengan jelas bahwa kandidat untuk posisi pekerjaan pengembang perangkat lunak dan posisi teknis lainnya tidak dinilai dengan cara yang netral secara gender. Ternyata, model komputer Amazon dilatih untuk memindai pelamar berdasarkan pola dalam resume yang diterima oleh perusahaan selama periode 10 tahun.

 

Karena pekerjaan di industri teknologi, sebagian besar didominasi oleh laki-laki. Jadi, yang terjadi adalah sistem Amazon mengajarkan dirinya sendiri bahwa pria adalah kandidat yang lebih disukai. Hal tersebut menge-judge resume yang menyertakan kata "wanita," dan meremehkan semua lulusan wanita dari perguruan tinggi. Amazon kemudian meg-update programnya agar netral terhadap persyaratan khusus ini. Tetapi hal tersebut tidak dapat menjamin mesin tidak akan menemukan cara lain untuk menilai kandidat yang akhirnya dapat terbukti diskriminatif. Secara keseluruhan, AI bebas bias 100% masih jauh dari jangkauan untuk saat ini.

 

4.        AI dan Machine Learning (ML) adalah Istilah yang Sama

 

Sebenarnya tidak sama, kesalahpahaman ini ada karena berasal dari fakta bahwa istilah AI dan Machine Learning (ML) sering salah digunakan sebagai pengganti satu sama lain. Jadi, mari kita perjelas apa itu. Machine Learning adalah sub-bidang dari AI.

 

ML adalah kemampuan mesin untuk memprediksi hasil dan memberikan rekomendasi tanpa instruksi eksplisit dari programmer. AI di sisi lain memiliki cakupan yang jauh lebih besar, yaitu ilmu yang membuat teknologi beroperasi melalui ciri-ciri kecerdasan manusia, dan AI merupakan istilah yang lebih umum.

 

5.        AI Akan Mengambil Pekerjaan Manusia

 

Hal ini adalah ketakutan yang umum dimana orang-orang memiliki keprihatinan yang sama selama revolusi industri. Namun, rasa takut kehilangan pekerjaan karena robot tidak berdasar. AI saat ini dirancang untuk bekerja dengan manusia untuk meningkatkan efisiensi, bukan melawan mereka.

 

AI dapat melakukan tugas yang membosankan dan berulang, sementara manusia dapat lebih fokus pada pekerjaan yang lebih kreatif dan menantang contohnya mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi sukses dalam ilmu data. Jika di masa depan beberapa peran diambil alih oleh AI, hal ini hanya akan menghasilkan permintaan untuk jenis pekerjaan baru, berdasarkan kemampuan dan kebutuhan yang baru pula.

 

6.        AI Tidak Bisa Kreatif

 

Banyak yang percaya bahwa AI tidak ada hubungannya dengan kreatifitas, namun teknologi AI telah menghasilkan banyak ide berharga yang belum pernah ada sebelumnya. AI tentu saja tidak bekerja secara otonom, ia bisa menjadi kreatif bila dikombinasikan dengan pemahaman dan intuisi manusia.

 

Ada cukup banyak contoh kreativitas AI dalam merancang mesin, farmasi, dan berbagai jenis seni komputer. Contohnya, Rolls Royce menggunakan AI untuk belajar dari desain mesin sebelumnya dan data simulasi sebelumnya. AI juga membantu memprediksi kinerja desain mesin yang baru. Selanjutnya, perusahaan mempekerjakan AI dalam pembuatan komponen baru. AI juga membantu mengganti semua komponen utama mesin lama, yang memerlukan pemeriksaan.

 

7.        Semua AI Diciptakan Sama

 

Sama sekali tidak. Pada dasarnya, ada tiga jenis AI: ANI (Artificial Narrow Intelligence), AGI (Artificial General Intelligence), dan ASI (Artificial Super Intelligence). ANI melakukan tugas tunggal seperti bermain catur atau memeriksa cuaca, dan dapat mengotomatiskan tugas yang berulang. Bot yang didukung oleh ANI dapat melakukan tugas yang dianggap membosankan oleh manusia, contohnya mencari basis data untuk mencari detail produk, tanggal pengiriman, dan riwayat pesanan.

 

AGI di sisi lain belum muncul sepenuhnya. Secara teori, AGI harus mampu sepenuhnya meniru kecerdasan dan perilaku manusia, serta menjadi pemecah masalah kreatif yang dapat membuat keputusan di bawah tekanan. Tetapi hal itu mungkin terjadi masih lama atau di masa depan. Sekarang, secara luas diyakini bahwa begitu kita mencapai AGI, kita akan berada di Fastlane menuju ke ASI atau Artificial Super Intelligence yaitu sebuah program hebat dan canggih yang melampaui kekuatan otak manusia dan akan membawa kita menuju kematian kita. Untungnya untuk saat ini, hal ini hanya terjadi di film-film fiksi ilmiah.

 

8.        Algoritma AI Dapat Mengetahui Semua Data Seseorang yang Tersebar

 

Sehebat apa pun AI tetap membutuhkan bantuan seorang ahli untuk mencari tahu tentang data. Insinyur data tidak membiarkan AI untuk menganalisis data mentah, dimana data diberikan label terlebih dahulu. Pelabelan data adalah proses mengambil data mentah, membersihkannya, dan mengaturnya agar dapat dicerna oleh mesin.

 

Misalnya, perusahaan farmasi terkenal Pfizer dengan cermat melabeli data mereka, Data diperbarui setiap enam bulan untuk memastikan data agar tetap relevan. Setelah data mereka diberi label, maka baru dapat digunakan secara efektif melalui ML. Pfizer menggunakan pembelajaran mesin untuk analisis data pasien dan dokter guna menilai pendekatan yang paling tepat untuk berbagai jenis pasien. Perusahaan menciptakan model yang memanfaatkan data penelitian longitudinal dari dokter. ML memeriksa ribuan variabel untuk mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa dokter yang secara optimal mengidentifikasi dosis paling efektif dari salah satu obat Pfizer menunjukkan umpan balik ke pasien yang lebih baik. Pengetahuan ini membantu pelayanan yang lebih berpusat pada pasien dan memikirkan cara lain untuk mendukung ketahanan pasien. Jadi, agar menghasilkan solusi yang sempurna, maka harus dipastikan bahwa telah tersedia data pelatihan yang sempurna terlebih dahulu.

 

9.        AI adalah Hal yang Baru

 

AI pertama kali diprediksi pada tahun 1840-an. Lady Ada Lovelace yaitu seorang matematikawan dan penulis dari Inggris, memprediksi sebagian dari AI. Beliau berkata bahwa sebuah mesin 'mungkin membuat karya musik yang rumit dan ilmiah dengan tingkat kerumitan atau tingkat apa pun'.

 

Satu abad kemudian, Alan Turing dan timnya meletakkan dasar untuk Machine Learning. Mereka menciptakan mesin Bombe untuk memecahkan kode Enigma yang digunakan oleh Jerman untuk mengirim pesan tersembunyi selama Perang Dunia II. Setelah perang usai, Turing membantu merancang komputer modern pertama di Manchester pada tahun 1948. Namun ia tidak dapat mengembangkan AI lebih jauh, karena teknologi yang tersedia pada saat itu terlalu primitif.

 

Di pertengahan tahun 1950-an dikembangkan mesin yang lebih kuat. Tonggak penting tahun 1950-an adalah Arthur Samuel yang belajar mengalahkan Samuel sendiri pada permainan papan bernama draft.

 

Pada 1960-an, ilmuwan komputer mengabdikan diri untuk mengembangkan algoritma untuk solusi masalah matematika dan Pembelajaran Mesin dalam robot. Meskipun pendanaan untuk penelitian AI, langka di tahun 1970-an dan 1980-an (disebut AI Musim Dingin), akhirnya semuanya berubah menjadi lebih baik di tahun 90-an, yang mengarah ke pencapaian tertinggi dalam AI saat ini.

 

Jadi, ide awal di balik istilah AI dan ML sudah ada sejak lama, meskipun, seiring berjalannya waktu, konsepnya telah berubah dari pemahaman sebelumnya.

 

10.    Teknologi “Cognitive AI” Mampu Memahami dan Memecahkan Masalah Baru Seperti Halnya Otak Manusia.

 

Secara umum, teknologi AI Kognitif mencerminkan cara kerja otak manusia. Hal tersebut dapat mengidentifikasi gambar atau menganalisis pesan dari sebuah kalimat. Tetapi pasti membutuhkan campur tangan manusia.

 

Misalnya, Facebook memiliki aplikasi pengenalan gambar yang menganalisis foto di Facebook atau Instagram dan menawarkan iklan kepada pengguna yang disesuaikan dengan konten yang berinteraksi dengan mereka. Aplikasi ini juga membantu mengidentifikasi konten yang dilarang, penggunaan merek dan logo yang tidak dapat diterima, atau konten terkait terorisme.


Facebook ternyata juga mengalami masalah dengan beberapa jenis teknologi kognitif. Ketika mencoba mengidentifikasi item berita penting dan relevan untuk disajikan kepada pengguna, proses otomatis gagal membedakan berita asli dan palsu. Faktanya, peretas dari Rusia berhasil memposting berita palsu dengan sengaja di Facebook tanpa terdeteksi oleh filter otomatis. Ternyata, ada pola tertentu yang bisa mengelabuhi algoritma sehingga objek menjadi salah diklasifikasi. Teknologi kognitif adalah alat yang hebat, tetapi otak manusia jauh lebih unggul untuk membedakan berita yang palsu.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved