Apa Itu Microservices?

Microservices adalah desain arsitektur untuk membuat sebuah aplikasi yang terdiri dari berbagai unit layanan tersendiri tapi tetap saling terhubung.

Setiap unit layanan dalam aplikasi tersebut menjalankan fungsi berbeda, tapi tetap mendukung satu sama lain.

Microservices sama dengan membangun aplikasi dalam aplikasi.Misalnya penerapan microservices architecture pada super-app seperti Gojek. Dalam satu aplikasi, Gojek menggunakan beberapa microservice untuk berbagai jenis service-nya seperti GoRide, GoPay, GoFood, dsb.


Supaya setiap fitur dalam aplikasi tersebut saling terhubung, biasanya developer menggunakan API.

Microservices di Gojek

Istilah microservices sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2005. Tepatnya ketika Dr. Peter Rodgers membahas micro-web-services pada konferensi tentang cloud computing.

Dan sekarang, sekitar 85% perusahaan telah mengadopsi microservices architecture.

Riset lain menunjukkan, microservices berhasil meningkatkan efisiensi karyawan, customer experience, serta menghemat biaya pengembangan pada 63% perusahaan.

Sebab dengan arsitektur ini, setiap tim punya kewenangan sendiri sehingga lebih gesit mengeksekusi rencana. Dan karena perusahaan bisa mengembangkan sebagian layanan saja, biaya yang dikeluarkan pun jauh lebih hemat, tapi rilisnya lebih cepat.

Karena layanan bisa segera dipakai konsumen, mengumpulkan feedback untuk peningkatan service pun lebih cepat. Selain itu, web/apps yang dibangun dengan microservices juga punya performa yang lebih ringan dibanding jika dibangun dengan sistem monolith.


Mengenal monolith. Apa itu monolith dan apa perbedaannya monolith vs microservices? Coba simak di bawah ini!

Monolith vs Microservices

Kebalikan dari microservices adalah monolith. Monolith sendiri adalah pendekatan di mana seluruh komponen atau fitur dijadikan satu dalam sebuah server aplikasi.

perbedaan monolith vs microservices

Dibandingkan microservices, monolith memang lebih sederhana. Seluruh sistemnya memakai server, logika, database, hingga user interface yang sama. 

Namun risikonya, sistem monolith tidak fleksibel terhadap perubahan. Ketika Anda mau mengubah satu fitur, seluruh bagian dalam sistem akan terdampak. Deployment juga akan lebih lama karena harus dilakukan secara keseluruhan.

Meski begitu, untuk proyek kecil, monolith memang masih cocok. Tapi kalau bisnis Anda terus berkembang, pasti lain cerita. Sebagai gambaran, mari lihat perbedaan monolith vs microservices.


 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved